Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ingatan Pertama

Ingatan Pertama - whyushack.com

Ingatan Pertama ― Usiaku kini telah menginjak seperempat abad. Namun sampai detik ini, aku tak tahu menahu untuk apa sebenarnya diriku dihadirkan?

Di tempat yang disebut bumi ini, rupanya sudah banyak orang yang hadir lebih dulu dariku. Namun, apakah mereka sama sepertiku? Bertanya-tanya tentang kehadiran kita di muka bumi?

Orang demi orang hadir, lalu mereka hilang. Hidup dan mati silih berganti.

Seperti sebuah siklus pengulangan yang terencana, namun dengan jiwa (ruh) yang berbeda.

“Untuk apa aku dihidupkan?”

Saat tanya itu kulemparkan dalam hati, dengan penuh harap aku ingin diri ini bisa memberi jawaban atas tanyaku tersebut.

Entah kenapa, semakin dalam tanya itu terus kulemparkan dalam hati, semakin kurasakan diri ini merasa takut, kesepian, resah dan menangis sedih.

Dari situ aku mulai sadar, bahwa diri ini bukan tunggal milikku seorang, tapi ternyata diri ini ada sang Maha memiliki.

Kemudian aku teringat saat kecilku, saat di mana aku ingat untuk pertama kali, saat di mana aku ingat tentang ingatan pertamaku.

Mataku sudah pada posisi terbuka dan melihat jelas, tangan memegang tiang pintu, dengan mulut berceloteh (entah kata apa yang kuucapkan) sambil kegirangan karena dipakaikan celana baru untuk bermain oleh Ibuku.

Kurang lebih, mungkin bocah seusia 2 tahun. Sebab seingatku celana itu ururannya begitu kecil.

Setelah selesainya celana dipakaikan Ibu, secepatnya aku berlari sekuat tenaga. Kemudian langkahku terhenti di halaman tempat ibadah, bertemu dengan sosok lelaki bernama Acep.

Aku pun heran, mengapa aku sudah mengenalnya? Padahal seingatku, itu adalah rangkaian peristiwa dari ingatan pertamaku.

Tak panjang pikir, Acep yang waktu itu usianya sekitar 10 tahun langsung mengajakku bermain. Entah sekedar iseng atau apa.

Seketika itu pula tiba-tiba aku berlari memutari Acep secepat yang aku bisa. Acep pun mulai melemparkan kerikil dan bulatan tanah kecil dengan pelan ke arahku.

Aku pun terus berlari berputar dengan bangga karena apa yang Acep lemparkan tidak berhasil mengenaiku.

Pada saat sedang lari berputar itu, tiba-tiba sesuatu (seperti akal) dari diri ini seakan mulai sadar dan bertanya sendiri, “Kenapa aku ada di sini?”, “Kenapa aku berputar-putar?”

Sementara sesuatu itu sendiri tak bisa menghentikan gerak tubuhku yang sedang berlari.

Saat sesuatu itu meminta tubuhku untuk berhenti berlari, seketika itu pula tubuhku berhenti berlari. Aku pun terdiam.

Pada saat yang sama, Acep berhasil mengenaiku dengan lemparannya tepat di celana baru itu.

Aku pun dengan refleks langsung menengok celanaku yang terkena lemparan. Rupanya apa yang Acep lemparkan adalah tanah sedikit basah, yang memberikan bekas tanah pada celana.

Seingatku, itu adalah noda pertama yang kudapatkan.

Lalu, aku pun beranjak pulang ke rumah untuk menemui Ibuku, dengan harapan ia tak memarahiku karena noda itu di celana baru yang ia baru saja berikan.

Kini, saat kuingat kembali rangkaian peristiwa itu, aku sangat bersyukur, karena saat itu aku tahu jalan pulang sehingga tak kesasar, dan aku sangat bersyukur karena saat itu aku tahu tempat pulang, yaitu rumah dan Ibuku.

whyushack
whyushack Seorang Pemalas yang Menulis