Inilah Fakta (Tragis) dibalik 5 Lomba Perayaan Kemerdekaan RI yang Perlu Anda Ketahui
Wajah salah seorang pejuang yang menopang temannya dalam permainan Panjat Pinang. |
“Tujuh belas Agustus tahun empat lima,
Itulah hari kemerdekaan kita,
Hari merdeka nusa dan bangsa,
Hari lahirnya bangsa Indonesia,
Merdeka….”
Itulah sedikit penggalan bait dari
lagu berjudul “17 Agustus” ciptaan H. Mutahar, yang merupakan lagu untuk
memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Setiap tanggal 17 Agustus, rakyat
Indonesia selalu memperingati hari “Kemerdekaan” dengan melakukan Upacara Peringatan
HUT RI, sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan para pahlawan
yang telah berkorban jiwa dan raga demi merebut kembali tanah air milik Indonesia
dari para penjajah.
Selain upacara bendera yang menjadi
tradisi dalam memperingati hari kemerdekaan juga selalu dimeriahkan dengan perlombaan-perlombaan
atau lebih dikenal “Lomba 17 Agustusan” yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Hal
ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan kegembiraan atas diraihnya kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Baca juga: Peringati HUT yang ke-74 Republik Indonesia, Masyarakat WAJIB Nyanyikan Lagu Indonesia Raya 3 Stanza
Masyarakat pedesaan maupun perkotaan
sangat antusias mengikuti lomba 17 agustusan, sebab kerap menghibur dan
mengundang gelak tawa baik dari pemain lomba maupun penonton.
Namun, tahukah anda bahwa dibalik
keseruan lomba perayaan 17 agustusan seperti balapan karung, makan kerupuk, tarik
tambang, lari egrang, dan panjat pinang ternyata memiliki fakta tragis?
Meskipun demikian, lomba-lomba
tersebut mengandung banyak makna dan pesan positif untuk kita semua sebagai “Pengisi
Kemerdekaan.”
1. Balapan karung
Balapan karung adalah salah satu
lomba yang tidak akan terlewatkan pada perayaan 17 agustusan. Lomba yang
membuat kita tertawa terbahak-bahak ketika melihat orang-orang berlari seperti
kangguru dengan mengenakan karung pada tubuh bagian bawah kemudian banyak yang terjatuh
karena kesalahan sendiri atau bertabrakan sesama peserta.
Lomba balapan karung ini ternyata ada
kaitannya dengan penjajah Indonesia pada jaman dulu, yaitu Belanda dan Jepang.
Kabarnya, lomba balapan karung
pertama kali dibawakan ke Indonesia oleh Belanda. Lomba ini diadakan di
sekolah-sekolah yang didirikan misionaris Belanda di Indonesia saat perayaan HUT
Kerajaan Belanda. Pesertanya adalah para pelajar dari sekolah milik Belanda
tersebut.
Selain itu, karung yang digunakan
untuk lomba balapan ini memiliki makna filosofis yang mendalam bagi bangsa
Indonesia. Karung yang digunakan untuk balapan adalah karung goni (hasil
rajutan tangan) yang menjadi simbol dari kondisi ekonomi rakyat Indonesia pada
masa penjajahan, terlebih lagi pada masa “Romusha” Jepang.
Pada masa penjajahan Jepang rakyat Indonesia
tidak punya pakaian, yang layak pakai pun sulit apalagi yang bagus. Karena pada
masa itu Jepang memerlukan logisitik perang yang sangat banyak dalam Perang
Asia Timur Raya.
Bukan hanya diperas tenaganya (kerja
paksa) saja, hasil panen rakyat pun diambil hampir tak bersisa sehingga mereka
tidak memiliki apa-apa lagi. Untuk makan sehari-hari pun sulit dan beli pakaian
pun tak mampu. Alhasil, untuk menutupi badan akhirnya menggunkan bahan yang
ada, yaitu karung goni yang disulap menjadi pakaian.
Begitulah sekilas fakta mengenai
lomba balapan karung yang menjadi permainan tradisional di Indonesia. Kini lomba
balapan karung mulai berinovasi seiring berkembangnya jaman. Seperti misalnya Balapan
Motor Karung, yaitu lomba adu cepat menuju garis finish dengan aturan
pemain harus memasukkan seluruh badannya ke dalam karung (kecuali kepala yang
ditutup menggunakan helm fullface) kemudian berlari/berjalan/meloncat dengan
posisi jongkok untuk mencapai garis finish. Lomba balapan karung ini
terinspirasi dari olahraga MotoGP.
(bersambung) …
Baca juga: Ternyata Sekolah Bikin Kamu Bodoh, Ini Solusinya